Minggu, 13 Maret 2016

PAGELARAN WAYANG KULIT DI KERATON YOGYAKARTA



Sejarah singkat Wayang Kulit

            Wayang kulit merupakan hiburan bagi orang – orang Jawa yang sudah ada sejak lima abad yang lalu. Seiring berjalannya waktu, wayang kulit berkembang di tanah Jawa sebagai salah satu seni tradisional yang sampai saat ini masih lestari. ‘Wayang’ berasal dari kata ‘Ma Hyang’ yang artinya merujuk kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Cerita wayang kulit umumnya bersumber dari kitab Ramayana, Mahabharata, Pustaka Raja Purwa, dan Purwakanda. 
Gambar 1. Dalang sedang memainkan wayang
            Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang dengan diiringi lantunan musik gamelan yang dimainkan secara langsung oleh para nayaga serta nyanyian Jawa yang dinyanyikan oleh pesinden.  Dibalik layar putih yang terbuat dari kain (kelir), dengan diberi sorotan cahaya lampu, dalang memainkan tokoh – tokoh wayang dengan lincahnya. Sementara itu, penonton dapat melihat bayangan wayang yang jatuh di kelir. Karena inilah ada yang menyebutkan kata ‘wayang’ sebagai istilah dalam bahasa Jawa yang bermakna ‘bayangan’. 

Pertunjukan Wayang Kulit di Keraton Yogyakarta
            Pada tanggal 7 November 2003, UNESCO telah menetapkan bahwa wayang kulit adalah warisan budaya dunia asli Indonesia. Upaya pelestarian kesenian wayang kulit masih terus digalakkan terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampai saat ini pertunjukan wayang kulit masih sering digelar di tempat – tempat tertentu di Yogyakarta. Selain di Sasono Hinggil Alun – alun Utara, Museum Sonobudoyo, dan Museum Wayang Jalan Wonosari, pertunjukan wayang kulit paling rutin dimainkan di Bangsal Sri Manganti Keraton Yogyakarta setiap hari Sabtu. Pertunjukan ini berlangsung selama dua jam mulai pukul 10.00 – 12.00 WIB. Tidak hanya wayang kulit, pertunjukan seni seperti karawitan, tari tradisional, tembang macapat, dan wayang golek juga rutin digelar dengan jadwal yang berbeda setiap harinya.
Gambar 2. Bangsal Sri Manganti

Gambar 3. Penampakan gamelan dari belakang layar

Gambar 4. Para Nayaga sedang memainkan gamelan mengiringi wayang kulit
            Keraton Yogyakarta menjadi tempat penyangga kesenian wayang kulit agar tetap berdiri di tengah laju globalisasi.  Dengan dikemas secara menarik, pertunjukan wayang kulit di Keraton Yogyakarta cukup mampu menyasar wisatawan domestik maupun mancanegara. Dari sini wisatawan dapat belajar kesenian Jawa dan mengenal wayang kulit lebih dekat.  Pertunjukan wayang kulit juga membantu pelestarian Bahasa Jawa yang perlahan mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Selain itu, banyak pesan berharga  yang disampaikan dari setiap lakon melalui bahasa Jawa. Ini menunjukkan betapa bermanfaatnya pelestarian kesenian wayang kulit bagi sektor pariwisata dan tentunya budaya.

Tiket Masuk
            Setiap wisatawan yang ingin menikmati seni pertunjukan di Bangsal Sri Manganti dikenakan biaya masuk sebesar Rp5.000,00 untuk wisatawan domestik, dan Rp12.500,00 untuk wisatawan mancanegara. Wisatawan yang membawa segala jenis kamera maupun handycam diwajibkan untuk membayar izin mengambil gambar sebesar Rp1.000,00. Tiket masuk dan izin mengambil gambar ini dapat diperoleh di loket Tepas Pariwisata (Regol Keben).
 Loket Tepas Pariwisata
Gambar 5. Loket Tepas Pariwisata
 
Gambar 6. Loket Tepas Pariwisata
Akses
            Terdapat banyak transportasi umum yang dapat digunakan untuk menuju ke Keraton Yogyakarta seperti bus Trans Jogja, taksi, ojek, becak, dan andong. Ada beberapa pilihan rute khusus bagi wisatawan yang ingin menaiki Trans Jogja, yaitu rute 1A, 1B, 2A, 2B, dan 3A. Tarif yang dikenakan untuk dapat menaiki Trans Jogja adalah sebesar Rp3.000,00 untuk sekali jalan. Sedangkan bagi wisatawan yang bersepeda maupun membawa kendaraan pribadi dapat memarkirkan kendaraannya di tempat parkir terdekat, yaitu di sebelah timur Keraton Yogyakarta. Biaya parkir dikenakan sebesar Rp2.000,00 untuk sepeda motor, dan Rp5.000,00 untuk mobil.
Gambar 7. Bule bersepeda di depan Keraton
            Untuk dapat menyaksikan Pagelaran Wayang Kulit, wisatawan dapat langsung berjalan kaki menuju Tepas Pariwisata yang berada di Jalan Rotowijayan. Jalanan cukup lebar, bersih, dan sudah teraspal. Terdapat becak – becak yang berjajar rapi di pinggiran jalan. Sayangnya keberadaan pedagang kaki lima (PKL) yang memenuhi badan trotoar agak mengganggu kenyamanan pejalan kaki, ditambah lagi dengan terik matahari yang cukup menyengat ketika siang tiba. Setelah menyusuri Jalan Rotowijayan wisatawan dapat  langsung masuk gerbang menuju loket Tepas Pariwisata untuk selanjutnya menuju ke Bangsal Sri Manganti.
Gambar 8. Kondisi Jalan Rotowijayan yang dipenuhi lapak PKL dan mobil yang terparkir

 
Gambar 9. Becak - becak yang berjajar rapi di Jalan Rotowijayan


Kritik dan Saran
            Pada hari Sabtu (12/03) kursi – kursi  di Bangsal Sri Manganti terlihat sangat sepi penonton meskipun pertunjukan wayang kulit sedang berlangsung. Hanya terlihat beberapa penonton yang didominasi oleh wisatawan mancanegara duduk mengisi kursi, sedangkan wisatawan lain hanya  melewati bangsal dan hanya melihat sekilas pertunjukan. Wisatawan yang duduk di kursi kemudian beranjak untuk mengambil foto dan pergi sebelum pertunjukan selesai. Hal ini terus berlangsung hingga pertunjukan selesai pada pukul 12.00 dimana wisatawan hanya datang sebentar lalu pergi. 

Gambar 10. Kursi kosong saat pertunjukan sedang berlangsung

Gambar 11. Hanya ada sedikit wisatawan yang menonton
Gambar 12. Wisatawan berjalan dan hanya melirik sekilas pertunjukan wayang
            Hal ini mungkin dikarenakan wisatawan, terutama yang berasal dari luar daerah, tidak paham sama sekali akan jalan cerita dari pertunjukan tersebut karena disampaikan melalui bahasa Jawa. Untuk itulah mereka hanya memperoleh daya tarik secara visual tanpa menangkap pesan yang disampaikan. Untuk mengatasi hal ini, mungkin diperlukan naskah cerita yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, terutama bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dengan demikian diharapkan wisatawan bisa memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang lebih berkesan.

Gambar 13. Antusiasme turis mancanegara menyaksikan pertunjukan wayang kulit
            Wisatawan tentu juga menginginkan kemudahan dalam segala sesuatu, salah satunya kemudahan akses menuju tempat pertunjukan wayang kulit.  Jalan Rotowijayan yang merupakan akses utama menuju Keraton selalu dipadati oleh pedagang kaki lima (PKL).  Mereka membuka lapak di trotoar hingga hampir tidak menyisakan ruang bagi pejalan kaki. Keadaan seperti ini tentu mengganggu kenyamanan wisatawan. Kebersihan, kerapihan, dan keindahan kota juga terganggu. Di sisi lain, isu ekonomi rakyat juga sering dilontarkan. Namun apakah lalu fasilitas publik dapat digunakan begitu saja untuk kegiatan komersial? Saya belum dapat berkomentar. Mungkin diperlukan perhatian khusus dari  Pemerintah Kota untuk menindaklanjuti hal ini secara bijak dan adil agar tercipta kenyamanan dan ketertiban di area Keraton Yogyakarta.
~

Referensi:
https://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/arts-and-culture/kraton/
http://transmojo.blogspot.co.id/2013/03/pertunjukan-wayang-kulit-jogja.html?m=1
 

3 komentar:

  1. Info yg brmanfaat. ��
    Tp sayangnya pengelolaan tmpt tsb blm maksimal, perlu ada inovasi-inovasi terbaru agar menarik para wisatawan baik wisa awan dlm negeri maupun luar negeri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trmkasih mbak Lia sdh mampir ke blog sya.Leh uga :D Benar mbak,seandainya nanti ada inovasi baru tentu akan meningkatkan kepuasan wisatawan dan pengalaman yg diperoleh pun jg lebih berkesan.

      Hapus